Cerita Mane Tuna Lulik

Alkisah Rakyat ~ Pada suatu hari berangkatlah 7 (tujuh) orang wanita bersaudara ke laut untuk mencari ikan. Tiap-tiap orang membawa nere yaitu alat untuk menangkap ikan. Setibanya di laut Feto Ulun (anak perempuan sulung) dapat menangkap seekor belut besar dengan nere tetapi kemudian dilepaskannya kembali. Namun belut itu kemudian tertangkap kembali oleh Feto Ikun (anak perempuang yang bungsu) dan dimasukkan ke dalam keranjang kecil yang digantung di punggungnya. Keenam saudaranya sangat marah, karena Feto Ikun mengambil belut tersebut. Akan  tetapi Feto Ikun tidak menghiraukannya. Belut itu dibawa ke rumah, dan diletakkan di dalam sebuah piring lalu ditutup. Piring itu disimpan di atas loteng rumah bagian depan.


Keesokan harinya mereka pergi ke pesta yang diadakan oleh Liurai ( raja) di Taberek, kecuali Feto Ikun. Disana mereka menari tarian Likuran ( tarian rakyat Belu) sampai petang baru mereka berenam kembali  ke istananya. Terlintas dalam pikiran Feto Ikun bahwa sekali kelak belut ini akan hilang bila tidak disimpan di tempat yang lebih aman. Untuk itu Feto Ikun memutuskan sebaiknya ia menggali sebuah sumur untuk melepaskan belut di dalamnya. Sumur itu dinamakan We Frasuk.

Setelah belut itu dilepaskan kedalam sumur, barulah belut itu bergerak bersuka ria, Sehari sesudah belut itu dilepaskan, ketujuh puteri tersebut pergi menonton pesta di Taberek. Mereka membawa serta likurai yang akan dipakai untuk menari di pesta nanti. Setelah mereka pergi, si belut pun berubah menjadi seorang pemuda yang gagah perkasa. Pada saat pemuda itu bersiul maka datanglah angin yang kemudian berubah menjadi seekor kuda jantan berwarna merah. Kuda itu ditunggangi oleh pemuda tersebut sambil memegang kelewang. Ia mencoba mengikuti jejak ketujuh puteri tadi. Setiba di tempat pesta, kuda atau nabau anin itu pun ditambatkan pada sebatang pohon beringin. Ia masuk ke dalam rumah pesta lalu ikut menari. Ketujuh puteri tadi sama sekali tidak mengenal pemuda itu.

Setelah pesta selesai, ketujuh putri kembali ke istana. Pemuda tersebut menyusul dari belakang, tetapi ternyata ia sampai lebin dahulu di istana. Ini disebabkan karena ia menunggang kuda, yang berasal dari angin. Sesampai di istana ia kembali berubaha menjadi belut, lalu masuk lagi ke dlam sumur. Setiap pagi Feto Ikun pergi mengantar makanan untuk belut itu. Di sumur Feto Ikun selalu memanggil belut itu dengan kata-kata sebagai berikut: "Ri, ri lo...tuna lulik mane tuna lulik sae mai ma etu hare hamodak," yang artinya ri ri sang tuna pria Tuna Lulik, marilah makan nasi dn daging yang telah kusediakan. Setiap kali mendengar panggilan yang demikian, sang belut pun keluar dari tempatnya lalu makan makanan yang diantarkan itu. Feto Ikun selalu menunggu sampai si belut selesai makan.

Pada suatu hari ketika si belut diberi makan, Feto Ikun langsung pergi menimba air di Non Au. Sementara itu Feto Ulun pun datang dan memanggil seperti yang biasa dilakukan oleh Feto Ikun. Belut itu keluar lalu ditangkapnya, dan dibawa pulang ke rumah. Sekembalinya Feto Ikun didapatinya sang belut tidak ada lagi. Belut itu telah ditangkap dan dibawa oleh Feto Ulun. Belut itu kemudian dipotong-potong oleh Feto Ulun menjadi 6 potong, sesuai dengan jumlah mereka tanpa Feto Ikun.Tiap orang mendapat 1 potong dan disimpan didalam kamar masing-masing. Kemudian mereka bersepakat, untuk mencari kayu api ke hutan. Seperginya mereka Feto Ikunpun datang dan masuk ke kamar saudara-saudaranya. Dijumpainya bagian-bagian belut yang telah hilang itu dikamar saudara-saudaranya masing-masing. Bagian -bagian badan belut itu diambil dan dibawa ke kamarnya lalu disambung kembali. Sambungan-sambungan itu diletakkan kembali di dalam piring lalu ditutup. Di tempat itu diberi air seperlunya, agar belut itu dapat hidup kembali. Makanan disediakan, dan diantarkan kepada belut itu setiap kali. Untuk panggilan yang sama diucapkan oleh FetoIkun sebagai berikut: "Ri ri lo Tuan Lulik mane Tun Lulik tun mai etu nau hamodak"yang artinya turunlah engkau untuk memakan nasi kuning, yang telah kusediakan bersama daging bagi kuning. Setelah memanggil 7(tujuh) kali demikian, maka si belut pun hidup kembali lalu turun dari loteng rumah, dan makan semua hidangan yang tersedia. Sesudah makan, si belut kembali berbaring pada balok aman yang terletak diloteng.

Pada suatu hari ketujuh puteri itu pergi pesta lagi di Fatumea. Disana mereka bermain likurai. Mane Tuna Lulik pun kembali berbuat seperti sediakala. Dalam segalakeadaan Feto Ikun selalu unggul sehingga mengakibatkan dia dibenci oleh saudara-saudaranya. Karena iri hati tersebut maka mereka sepakat untyk memasang jerat dalam permainan tersebut dengan maksud menangkap si pemuda yang gagah itu. Mereka sepakat agar barang siapa yang berhasil menjerat si suami. Ternyata Feto Ikun lah yang dapat menjeratnya sehingga dialah yang berhak mempersuamikan pemuda tersebut. Dengan perasaan kesal dan iri, saudara-saudaranya kembali ke istanan. Sementara Feto Ikun berkata kepada saudara-saudaranya bahwa pemuda itu sendirilah yang tertarik terhadap dirinya.

Di istana, makanan Feto Ikun sudah habis dimakan oleh pemuda itu, sehingga Feto Ikun tidak kebagian makan. Keadaan semacam ini berulang terus, tanpa diketahui oleh Feto Ikun. Feto Ikun berniat mengintip siapa gerangan yang berani berbuat demikian. Feto Ikun mencoba menanyakan hal ini kepada janda tua yang bernama Ina Bei Takan Bua Kau pun bertanya sebagai berikut: "Selama ini barangkali nenek melihat, siapa sebenarnya yang memasuki kamar saya?" Jawab nenek: "Saya melihat seorang pemuda yang gagah perkasa, masuk ke kamarmu, ia amakn dan mandi. Sesudah itu baru ia membuntuti kamu ke pesta, dengan menunggang seekor kuda merah.

Mendengar keterangan itu Feto Ikun pun berusaha mengintip siapa gerangan pemuda itu. Ia mengajak lagi saudara-saudaranya ke pesta. Baru saja berjalan beberapa meter, Feto Ikun pun berpura-pura sakit dan karena itu ia kembali. Saudara-saudaranya kepesta. Baru saja berjalan beberapa meter, Feto Ikun pun bderpura-pura sakit dan karena itu ia kembali. Saudara-saudaranya sangat senang, karena apabila datang lagi pemuda itu, maka pasti di antara mereka berenanglah  yang akan memperolehnya.Feto Ikun kembali dan bersembunyi di rumah Ina Bei Takan Bua Kau, dengan maksud mengintip siapa sebenarnya yang biasa memasuki ke kamarnya tanpa sepengetahuannya.Lama kelamaan terdengar bunyi siraman air dari dalam kamar Feto Ikun. Mendengar akan bunyi siraman air tersebut, lalu Ina Bei Takan Bua Kau mengingatkan Feto Ikun akan adanya orang di kamarnya.Lalu Feto Ikun pun pergi mengintip, dan terlihat olehnya seorang pemuda perkasa sedang keluar dari dalam kamar. Ia membawa sebuah kelewang. Sambil berjalan ia bersiul, lalu angin yang sedang bertiup berubah menjadi seekor kuda jantan yang berwarna merah. Kuda itu ditunggangnya menuju ke pesta. Di pesta pemuda itu tidak melihat Feto Ikun. Oleh karena itu ia segera kembali, dan ia mendapat Feto Ikun sedang berada di kamar.

Ketika Feto Ikun memasuki kamar dilihatnya sang belut sudah tidak ada, kecuali kulitnya tertinggal di tempatnya semula. KUlit itu diambil dan dibakar oleh Feto Ikun. Semnentara itu diatas piring dimana kulit itu diambil, diletakkan 2 helai selimut. Pada saat ia sedang berbuat demikian, datanglah pemuda tadi, dari Fatumea. Feto Ikun berpura-pura tidur nyenyak, sementara si pemuda tadi ingin masuk kembali ke tempatnya. Ia tidak menemukan kulitnya lagi, kecuali 2 helai selimut di dalam piring di mana kulitnya tadi berada. Akan kenyataan itu ia sangat pusing dan karena itu ia berusaha membangunkan Feto Ikun dari tidurnya. Feto Ikun berpura-pura sadar dan bangun. Si pemuda tadi bertanya kepada Feto Ikun, tentang barangnya yang telah hilang. Feto Ikunpun menjawab bahwa: "Saya tidak pernah melihat ataupun menemukan barang tersebut. Saya hanya melihat 2 helai selimut diatas piring itu, oleh sebab itu ambillah dan pakailah."

Selimut itupun dipakai oleh si Pemuda tadi sambil berkata: "Engkau sungguh sangat baik engkau tidak hanya memberikan pada saya selimut, tetapi lebih dari itu engkau telah menyelamatkan saya dari perbuatan saudara-saudaramu yang telah membagi-bagi tubuhku atas 6 bagian." Feto Ikun pun bertanya: "Bagaimana caranya mereka mendapatkan engkau dari dalam sumur?" Si pemuda itu menjawab: "Seperginya engkau, maka kakakmu Feto Ulun datang dan memanggil saya, kemudian saya ditangkap dan dibawa ke rumah lalu dipotong dan dibagikan kepada saudara-saudaramu." Feto Ikunpun berkata: "Engkau sungguh bodoh." Jawab pemuda: "Saya mengira bahwa engkaulah yang memanggil saya." Lalu kata Feto Ikun: "Mulai saat ini, engkau tidak boleh pergi kemana-mana. Bukankah kita berdua adalah suami-isteri?". Si pemuda tadi mengangguk  tanda setuju. Malah ia menegaskan lagi bahwa hidupnya sangat tergantung kepada Feto Ikun. Mereka mulai membinan rumah tangga mereka. lalu ia memperingatkan Feto Ikun, agar tidak tergoda terhadap bujukan saudara-saudranya. Feto Ikun sangat setuju dengan pendapat tersebut. Setiap kali ia dibujuk selalu saja ia mengelak. Pada suatu hari Feto Ulun menyuruh salah seorang adiknya pergi mengambil api di tempat Feto Ikun. Di sana ia melihat 2 orang, yakni Feto Ikun dan seorang pemuda sedang duduk. Mane Tuna Lulik ingin menyapa saudara Feto Ikun tersebut, tetapi ternyata ia sudah tidak ada. Ia kembali untuk memberitahukan kepada Feto Ulun akan apa yang dilihatnya. Feto Ulun menyuruh lagi adiknya itu, pergi memberitahukan Feto Ikun bahwa memang Feto Ikun sudah kawin dengan pemuda perkasa itu, namun Feto Ikun harus maklum, bahwa mereka bertujuh hendak mengawini pemuda tersebut.

Mendengar pemberitahuan itu, Feto Ikun pun marah sambil berkata: "Suamiku adalah belut yang pernah didapat dan dibuang oleh Feto Ulun. Saya telah bersusah payah memelihara, sehingga saya tidak akan bersedia, agar ia menjadi suami kita bersama. Sikap Feto Ikun ini disampaikan kepada Feto Ulun. Feto Ulun pun berkata, bahwa pada suatu ketika keduanya akan diusir dari istana ini. Feto Ulun menyesal, namun penyesalan tersebut tidak ada guna lagi.

Sumber : Ceritera Rakyat Daerah Nusa Tenggara Timur
 

0 Response to "Cerita Mane Tuna Lulik"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel