KISAH PUTRI ANAM DAN PUTRI BUSSU

Pesan moral yang dipetik dari Kisah ini adalah bahwa orang yang suka berbohong, serakah, dan tidak memiliki sifat sabar akan menanggung akibat bencana dan marabahaya. Sebaliknya, orang yang baik hati, jujur, dan tidak serakah akan mendapatkan ganjaran berupa anugerah yang melimpah. 
∞∞∞


Dikisahkan hiduplah dua gadis kakak beradik. Si sulung bernama PUTRI ANAM, sedangkan adiknya bernama PUTRI BUSSU. Keduanya mempunyai sifat yang berbeda. Putri Anam gadis pemalas, serakah, dan tidak sabar, sedangkan Putri Bussu adalah gadis yang rajin, sabar, cerdik, dan luhur budi pekertinya.

Suatu siang yang terik, Putri Bussu sedang duduk di teras rumah sambil mengipas-ngipas wajahnya karena kepanasan. Tanpa diduga, tiba-tiba kipasnya diterbangkan angin hingga tersangkut di atas pohon jeruk di halaman rumah PAK HARTAWAN, tetangganya. Maka, cepat-cepatlah ia mengejar kipas itu. Rupanya, kipas itu tersangkut di dahan pohon jeruk yang paling tinggi. Karena ia tidak kuat memanjat, ia pun bermaksud untuk meminta bantuan kepada Pak Hartawan.
“Permisi…! Permisi… Pak Hartawan !“ teriak Putri Bussu di depan pintu rumah Pak Hartawan.
Tak berapa kemudian, Pak Hartawan pun keluar dari dalam rumahnya.
  • “Ada apa, Putri Bussu? Ada yang bisa saya bantu?” tanya Pak Hartawan yang baik hati itu.
  • “Iya, Pak Hartawan. Kipasku tersangkut di atas pohon jeruk itu,” kata Putri Bussu sambil menunjuk ke arah kipasnya, 
  • “Bolehkah saya minta tolong diambilkan kipas itu?”
  • “Tentu, Putri Bussu. Tapi, tolong buatkan aku semangkuk bubur,” pinta Pak Hartawan.
  • “Baiklah,” jawab Putri Bussu seraya masuk ke dalam rumah Pak Hartawan.
Sementara Putri Bussu membuat bubur, Pak Hartawan memanjat pohon jeruk. Lelaki paruh baya itu tidak kesulitan mengambil kipas milik Putri Bussu. Setelah turun dari pohon jeruk, ia segera masuk ke dalam rumahnya dan menyerahkan kipas itu kepada pemiliknya.
“Terima kasih, Pak Hartawan,” ucap Putri Bussu setelah mendapatkan kembali kipasnya.
Sambil menunggu bubur itu matang, Pak Hartawan duduk-duduk di serambi rumahnya. Tidak lama kemudian, Putri Bussu pun keluar membawakannya semangkuk bubur.
  • “Ini buburnya, Pak. Silakan dicicipi,” ujar Putri Bussu.
  • “Terima kasih, Tuan Putri,” ucap Pak Hartawan.
Pak Hartawan tidak langsung menyantap bubur itu karena masih panas. Ia lebih suka menyantap bubur yang sudah dingin. Namun, hingga hari menjelang sore, bubur itu belum juga dimakan. Putri Bussu pun tidak akan kembali ke rumahnya sebelum Pak Hartawan menyantap bubur buatannya. Sambil menunggu dengan sabar, ia pun berbincang-bincang dengan tetangganya itu. Dalam perbincangan itu, Pak Hartawan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada sang Putri.
  • “Apa yang berbunyi riuh rendah itu, Tuan Putri?” tanya Pak Hartawan.
  • “Itu orang sedang menumbuk emping,” jawab Putri Bussu.
  • “Apa yang dikipas-kipas, Tuan Putri?” tanyanya lagi.
  • “Orang sedang menyapu lantai di siang hari,” jawab sang Putri.
  • “Apa yang terang benderang, Tuan Putri?” Pak Hartawan kembali bertanya.
  • “Bintang timur merupakan tanda hari akan siang,” jawab Putri Bussu.
  • “Apa yang bergoyang-goyang, Tuan Putri?” tanya Pak Hartawan.
  • “Daun simpur ditiup angin,” jawab sang Putri.
  • “Apa yang bergerak-gerak, Tuan Putri?” tanyanya lagi.
  • “Kayu besar hanyut dari hulu,” jawab Putri Bussu.
  • “Buburnya sudah matang belum, Tuan Putri?” tanya Pak Hartawan.
  • “Sudah sejak tadi, Pak Hartawan. Bahkan, buburnya sudah dingin,” jawab Putri Bussu.
Rupanya, Pak Hartawan lupa pada buburnya karena keasyikan mengobrol dengan Putri Bussu. Karena bubur itu sudah dingin, ia pun segera menyantapnya hingga habis.
  • “Terima kasih, Tuan Putri. Masakan buburmu enak sekali,” ucap Pak Hartawan, 
  • “Jika Tuan Putri ingin pulang, ambillah sebutir buah labu di dapur.”
  • “Terima kasih, Pak Hartawan,” jawab Putri Bussu seraya masuk ke ruang dapur Pak Hartawan.
Rupanya, di bawah dapur Pak Hartawan terdapat banyak labu dengan ukuran yang berbeda-beda. Karena tidak mau serakah, ia pun mengambil labu yang ukurannya paling kecil
Setelah itu, ia pun berpamitan. Sebelum ia pergi, Pak Hartawan berpesan kepadanya.
“Setelah Tuan Putri sampai di rumah, tutup dulu pintu dan jendela rumah Tuan Putri, lalu masuklah ke dalam kelambu. Setelah itu, baru Tuan Putri membelah labu itu,” pesan Pak Hartawan.
Sesampainya di rumahnya, Putri Bussu menuruti nasehat Pak Hartawan. Alangkah terkejutnya ia setelah membelah labu itu. Ternyata, labu itu berisi emas.
“Oh, Pak Hartawan, terima kasih atas kebaikanmu,” gumam Putri Bussu dengan perasaan gembira.
Sementara itu, Putri Anam yang curiga melihat adiknya masuk ke dalam kelambu di siang bolong segera menghampirinya.
“Hai, Bussu, apa yang kamu lakukan di dalam kelambu?” tanya Putri Anam.
Putri Bussu pun menceritakan perihal labu emas yang diperolehnya dari Pak Hartawan. Mengetahui hal itu, Putri Anam pun berkeinginan untuk memiliki labu seperti milik adiknya.
“Bagaimana caranya kamu mendapatkan labu emas itu dari Pak Hartawan ?” tanya Putri Anam.
Putri Bussu menjawab jujur dengan menceritakan semua peristiwa yang dialaminya hingga mendapatkan labu emas itu. Setelah mendengar cerita itu, sang Kakak segera melakukan hal yang sama seperti adiknya. Ia sengaja menerbangkan kipas ke rumah Pak Hartawan.
Setelah ia ke rumah Pak Hartawan, lelaki paruh baya itu pun menyuruhnya untuk membuat bubur. Putri Anam segera melaksanakan permintaan itu.
Setelah matang, Putri Anam segera menyajikan bubur itu kepada Pak Hartawan. Seperti biasa, Pak Hartawan itu tidak suka menyantap bubur panas. Maka, ia pun menunggu bubur itu dingin dulu. Namun, karena tidak sabar ingin segera mendapatkan labu emas itu, Putri Anam berbohong kepada Pak Hartawan.
“Silakan dimakan, Pak Hartawan. Buburnya sudah dingin,” kata Putri Anam.
Pak Hartawan pun segera menyantap bubur itu. Pada saat ia memakannya, ternyata bubur itu masih panas. Tak ayal, mulut Pak Hartawan pun terasa terbakar. Bubur yang ada di mulutnya segera dimuntahkan.
“Bubur ini masih panas sekali, Tuan Putri,” tukas Pak Hartawan dengan kesal.
Meskipun Putri Anam berbohong, Pak Hartawan tetap akan memberikan labu emas kepadanya. Maka, Pak Hartawan pun mempersilahkan Putri Anam untuk memilih salah satu labu yang ada di bawah dapurnya.
  • “Nanti jika Tuan Putri ingin pulang, ambillah salah satu labu di bawah dapur,” ujar Pak Hartawan.
  • “Baik, Pak Hartawan,” jawab Putri Anam seraya masuk ke ruang dapur Pak Hartawan.
Ketika sampai di ruang dapur itu, dilihatnya banyak labu. Karena keserakahannya, ia pun memilih labu yang paling besar dan berat.
“Sebaiknya saya pilih labu yang besar ini saja. Pasti emasnya juga banyak,” gumam Putri Anam.
Setelah mengambil labu yang paling besar itu, Putri Anam pun berpamitan. Pak Hartawan tak lupa berpesan kepadanya seperti pesannya kepada Putri Bussu. Setiba di rumahnya, ia pun segera menutup pintu dan jendela rumah serta kelambunya, lalu membelah labu itu. Alangkah terkejutnya ia setelah labu itu terbelah. Labu itu ternyata bukan berisi emas, melainkan puluhan binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lipan. Tak ayal, putri yang serakah itu pun menjerit-jerit ketakutan. Ketika ia hendak melarikan diri, puluhan binatang buas tersebut telah menggigitnya. Ia pun mengerang-ngerang kesakitan.

∞∞∞

Demikian KISAH PUTRI ANAM DAN PUTRI BUSSU dari Kalimantan Barat. Makanya jadi orang jangan suka serakah dan menghalalkan segala cara jahat demi untuk kepentingan pribadi (bubur masih panas, dibilang sudah dingin) tapi lihatlah juga kepentingan orang lain dan bijaksanalah dalam membuat keputusan (ambil labu yang paling kecil, tapi berkah) dan anugrah orang bijaksana adalah rezeki dan pahala yang melimpah.  (Agatha Nicole Tjang – Ie Lien Tjang © http://agathanicole.blogspot.co.id)



BERSAHABAT DENGAN AGATHA NICOLE TJANG - IE LIEN TJANG

0 Response to "KISAH PUTRI ANAM DAN PUTRI BUSSU"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel