Legenda Cenderawasih, Cerita Rakyat Papua Barat
Alkisah Rakyat ~ Dahulu kala, ada seorang perempuan tua hidup bersama seekor anjing betina di Pegunungan Bumberi, Fak-fak. Suatu hari mereka mencari makanan ke hutan. Mereka sampai di suatu tempat yang ditumbuhi pohon pandan sedang berbuah. Perempuan tua itu mengambil buah dan memberikannya kepada anjing betina. Dengan lahapnya, anjing betina itu memakan buah pandan itu.
Mendadak perut anjing itu hamil dan melahirkan seekor anak anjing. Tidak lama kemudian, perempuan tua memakan buah pandan. Ia pun hamil dan melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Kweiya. Setelah Kweiya dewasa, ia membuka ladang baru di hutan itu. Peralatan yang dipakainya hanya kapak batu yang berbentuk pahat.
Pada suatu hari ketika Kweiya sedang menebang pohon, tiba-tiba ada seorang pria mendekatinya. Selanjutnya, pria itu memberikan kapak besi kepada Kweiya. Dengan alat itu, kini ia dapat menebang pohon dengan cepat. Pada saat makan siang tiba, Kweiya memperkenalkan pria itu kepada ibunya. Setelah makanan tersedia, Ibunya memanggil Kweiya. Kweiya mengajak pria tadi untuk ikut makan di rumah dan berkenalan dengan ibunya. Karena pria itu berjasa dalam hidupnya. Si Ibu menerima kehadiran pria tersebut. Sejak saat itu mereka menjadi suami istri.
Beberapa tahun kemudian lahirlah beberapa anak. Anak-anak itu dianggap sebagai adik-adik Kweiya. Namun, eratnya persaudaran mereka bertiga makin hari makin memudar gara-gara rasa iri kedua adiknya.
Pada suatu hari, mereka mengeroyok Kweiya. Perkelahian yang tak seimbang itu menyebabkan tubuh Kweiya mengalami luka-luka. Kweiya bersembunyi di sudut rumah, sambil memintal tali dari kulit pohon Pogak Nggein. Ketika orang tua mereka pulang, mereka diam saja. Adik perempuan yang paling bungsu menceritakan pengeroyokan itu pada kedua orang tua mereka. Dipanggilnya Kweiya, tetapi tidak kunjung ada sahutan.
Tiba-tiba terdengar suara yang berbunyi "Eek..ek, ek, ek, ek. Sambil menjawab, Kweiya yang berubah menjadi burung menyisipkan benang pintalannya pada kakinya lalu meloncat-loncat di atas rumah dan berpindah ke dahan pohon dekat rumahnya. Ibunya menangis sambil meminta bagian untuknya. Kata Kweiya, bagian untuk ibunya ada pada koba-koba (payung tikar), di sudut rumah. Ibunya segera mencari koba-koba. Benang pintalan itu disisipkan pada ketiaknya, lalu terbang ke atas dahan pohon yang tinggi. Kweiya dan Ibunya bertengger di atas pohon sambil berkicau dengan suara, "wong, wong, wong, wong, ko, ko, ko, wo wik!"
Maka sejak itulah burung cenderawasih ada di dunia. Bagaimana cara membedakan burung cenderawasih jantan dan betina? Burung cenderawasih jantan selalu berbulu panjang dan disebut Siangga. Burung cenderawasih betina bulunya pendek dan disebut Hanggam Tombor.
Oleh :
Yudhistira Ikranegara
0 Response to "Legenda Cenderawasih, Cerita Rakyat Papua Barat"
Post a Comment